DULUNYA, 3,5 hektare
itu dipenuhi pohon jengkol. Sejak 2005 silam, lahan itu menjadi kawasan
lokalisasi. Saat ini, di sana ada sekitar 110 wanita pekerja seks
komersial (PSK) yang setiap harinya siap melayani lelaki hidung belang.
Lantas apa perbedaan Pokok Jengkol dengan lokalisasi lainnya yang ada di
Batam?
---------- YOFI YUHENDRI, Sagulung
----------
Siang itu (4/2), Pokok Jengkol yang berada di kawasan Sei Aleng RT 01/RW11 Kelurahan Seibinti, Sagulung sepi dari kendaraan. Warung yang berada di badan jalan juga terlihat tertutup rapat. Di depan warung itu, tiga wanita paruh baya tengah asyik mengobrol sesama rekannya, sembari memetik sebatang rokok.
---------- YOFI YUHENDRI, Sagulung
----------
Siang itu (4/2), Pokok Jengkol yang berada di kawasan Sei Aleng RT 01/RW11 Kelurahan Seibinti, Sagulung sepi dari kendaraan. Warung yang berada di badan jalan juga terlihat tertutup rapat. Di depan warung itu, tiga wanita paruh baya tengah asyik mengobrol sesama rekannya, sembari memetik sebatang rokok.
Tiga wanita yang mengenakan busana minim
tersebut selalu melirik ke arah pengendara motor maupun mobil yang
melintas dihadapannya. Sesekali mereka mencoba menghentikan laju
pengendara sepeda motor.
Satu diantara tiga wanita tersebut
bernama Yati. Wanita 32 tahun ini memang lebih agresif. Ia mengenakan
tanktop serta rok mini, ditambah dengan postur tubuh yang lebih menonjol
dibanding dua rekannya.
Tarif ditawari Yati terbilang murah.
Untuk short time, ia menawarkan tarif Rp 90-100 ribu termasuk biaya sewa
kamar. Kamar yang digunakan berukuran 2x3 meter dan hanya ditutupi
triplek. Sedangkan di dalam kamar diisi dengan lampu 5 watt serta satu
kasur.
Selama sembilan tahun bekerja sebagai
pemuas nafsu, Yati sudah mempunyai banyak pelanggan. Ia melayani pria
yang bekerja galangan kapal di kawasan Tanjunguncang dan Sagulung.
Selain itu, beberapa pekerja perusahaan elektronik serta kalangan remaja
termasuk pelajar.
"Rata-rata itu yang datang ke sini. Saya juga pernah melayani anak SMP. Mungkin pengaruh handphone ya," ujarnya.
Di lokalisasi ini, para PSK-nya berusia
diantara 30-45 tahun dan memasang tarif di bawah Rp 100 ribu. Mereka
tidak terlalu memikirkan kesehatan dan kebersihan dalam melayani
pelanggan. Setiap lelaki yang ingin menggunakan jasa mereka memang
selalu diminta menggunakan pengaman, namun banyak diantaranya menolak.
"Memang saya sediakan pengaman, lihat-lihat orangnya juga," tutur janda dua anak ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar